Nama Penyakit & Penanggulangan’Nya

Posted: Januari 6, 2011 in Articles of Natural Free

HIGH ALTITUDE

Di ketinggian kita akan mengalami penurunan tekanan barometrik (tekanan udara). Oksigen menyumbang sekitar 21 % terhadap tekanan ini, artinya semakin kita naik maka semakin sedikit oksigen yang didapat. Ini penyebab utama masalah seperti hypoxia. Tapi dengan naik secara perlahan-lahan, tubuh kita bisa menyesuaikan dengan tipisnya udara, istilahnya adalah ‘aklimatisasi’. Perubahan fisiologis dalam respirasi, sirkulasi, darah dan lapisan tubuh meningkatkan pengiriman oksigen dalam tubuh sehingga tubuh lebih mampu mengatasi masalah kurangnya oksigen. Aklimatisasi sendiri tergantung kepada kecepatan mendaki, tingkat stress dan fisiologis individual. Kemampuan individu beraklimatisasi berbeda-beda, ada yang cepat
menyesuaikan diri, ada yg lama, bahkan ada yang tidak bisa sama sekali. Orang yang biasa tinggal di ketinggian cenderung lebih mudah beraklimatisasi, contohnya para sherpa di Himalaya.

RESPIRATORY CHANGES

Saat naik, kecepatan bernafas kita akan bertambah pula. Ini bisa dimulai sejak ketinggian 1500M. Istilahnya adalah Hypoxic Ventilatory Response (HVR). HVR bervariasi dalam tiap orang dan dipengaruhi oleh stimulan (misalnya kafein dan coca), serta depresan (misalnya alkohol
dan antihistamin). Kebugaran fisik tampak tidak berpengaruh terhadap HVR. Tingkat HVR yang baik akan meningkatkan aklimatisasi, HVR yang jelek akan memudahkan terkena penyakit ketinggian. Karena kecepatan nafas bertambah, semakin banyak oksigen yang dihirup. Tapi kita juga akan semakin banyak mengeluarkan karbon dioksida sehingga terjadi perubahan kimiawi dalam tubuh. Dalam waktu 24 sampai 48 jam, ginjal berusaha menyelaraskan dengan perubahan
kimiawi tersebut dengan mengeluarkan bikarbonat (artinya kita akan semakin banyak buang air kecil selama aklimatisasi). Proses ini bisa dipercepat kalau memakan obat bernama Acetazolimide/Diamox.

CIRCULATORY CHANGES

Ketinggian akan membuat tubuh stress. Sebagai respon, hormon stress akan dilepaskan ke dalam darah. Akibatnya muncul peningkatan ringan pada tekanan darah dan detak jantung. Semakin lama di ketinggian, detak jantung kembali ke tingkat normal. Tapi detak jantung maksimum tetap akan menurun. Volume plasma darah juga menurun karena banyaknya kita buang air kecil. Penurunan ini bisa mencapai angka 15 % dalam tiga hari pertama aklimatisasi. Jadi sangat penting untuk minum banyak air sehingga tidak terjadi dehidrasi. Pulmonary vessel juga akan menyempit selama berada di ketinggian. Dampaknya terjadi tekanan pada arteri pulmonary dan menjadi satu faktor timbulnya penyakit pulmonary edema (cairan bocor ke paru-paru).

BLOOD CHANGES

Erythropoietin / EPO mendorong sumsum tulang menghasilkan lebih banyak sel darah merah (yg tugasnya membawa oksigen). Hormon ini dihasilkan oleh ginjal kalau terjadi level oksigen yg rendah. Dalam 4- 5 hari, sel darah merah yg baru itu masuk ke sirkulasi. Setelah beberapa minggu di ketinggian, tubuh terus memproduksi sel darah merah untuk membawa oksigen dari paru2 ke lapisan tubuh yg memerlukan. Darah ini juga mengalami perubahan kimiawi supaya
oksigennya tetap menetap di paru2. Ini mendorong saturasi oksigen atau jumlah oksigen yg dibawa tiap sel darah merah semakin meningkat.

TISSUE CHANGES

Untuk meningkatkan pengiriman oksigen, tubuh meningkatkan jumlah saluran darah/kapiler di dalam otot. Ukuran otot ini juga kian mengecil sehingga jarak yg ditempuh oksigen ke otot semakin berkurang.

SLEEP CHANGES

Sudah biasa kalau kita sulit tidur jika berada di ketinggian. Biasanya pernafasan dikontrol oleh tingkat karbon dioksida dalam darah. Kalau tingkatnya naik, otak menyuruh kita bernafas. Kalau
tingkat oksigen menurun, otak juga menyuruh kita bernafas. Saat kita bernafas dgn cepat di ketinggian, semakin banyak karbon dioksida yg dihembuskan – otak merasakan tingkat yg rendah – kita berhenti bernafas. Saat oksigen menurun dari tidak adanya nafas itu, otak menyuruh kita kembali bernafas sehingga kita bernafas dan menghembuskan lagi karbon dioksida. Jadilah seperti satu lingkaran yg tak berujung. Fase tak bernafas tadi bisa mencapai 30 detik atau lebih. Istilahnya periodic breathing dan umum terjadi selama aklimatisasi. Ini tentu bisa mengganggu pola tidur yg normal. Mungkin kita pernah tiba2 bangun karena merasa tercekik dan perlu sekali bernafas lagi. Saat aklimatisasi berlanjut, fenomena ini akan berkurang tapi tidak akan menghilang sepenuhnya. Obat Acetazolimide / Diamox bisa menurunkan periodic breathing dan sering dipakai membantu untuk bisa tidur selama aklimatisasi.

DETERIORATION
Ketinggian 5800 M merupakan batas habitasi jangka panjang yang normal. Masalah di sana banyak; turunnya berat badan, rasa cepat ngantuk/lemas, susah tidur. Semakin tinggi, penurunan2 tadi semakin banyak terjadi. Di atas 8000M (alias the Death Zone), penurunan
terjadi secara cepat sampe2 kematian bisa terjadi secara tiba2. Tak heran kalo pendaki Everest kebanyakan memakai suplai oksigen. Masalah turunnya berat badan adalah persoalan yang serius. Penyebabnya ada dua; turunnya selera makan dan susahnya menyerap nutrisi makanan. Selera makan ini turun sesuai ketinggian, makin tinggi makin turun selera makan kita. Tubuh kita saat itu juga Cuma nyerap setengah dari lemak makanan serta tiga perempat karbohidrat
dari kebiasaan normalnya. Kalo naik Everest, nggak jarang pendakinya turun berat badan sampe 10 persen !

HIGH ALTITUDE ILLNESS

Terlalu cepat sampe di ketinggian, tanpa usaha aklimatisasi,  bisa nyebabkan sakit yg gawat. Munculnya bisa terjadi hanya dalam beberapa hari saja. Pencegahan ditambah turun secara perlahan2 adalah kunci obatnya. Sekarang ini ada yg nyaranin buat tidak langsung naik dan
tidur melebihi ke ketinggian 3000 M. Gunakan 2 sampai 3 malam di ketinggian 3000 M, terus usahakan bermalam untuk aklimatisasi tiap 600 M sampai 900 M. Hindari naik secara tiba2 melebihi 600 M. Artinya kita bisa naik sampai satu ketinggian, untuk tidurnya kita turun lagi
ke tempat yg sedikit lebih rendah. Latihan olahraga ringan bisa ngebantu tubuh nyesuaian diri sama ketinggian. Tapi inget, olahraga berlebihan juga bisa nyebabin sakit. Pendaki Everest biasanya ngabisin waktu sampe 2 minggu untuk trekking dari Namche (3400 M) ke base camp Everest (5300 M). Tujuannya tidak lain aklimatisasi.

ACUTE MOUNTAIN SICKNESS

AMS ini tergantung kepada ketinggian, kecepatan mendaki, seberapa lama eksposure, exertion dan kebugaran individual. Gawatnya, AMS ini bisa menyebabkan penyakit ketinggian yg lebih parah lagi. Gejala AMS antara lain sakit kepala, pusing2, lelah, hilang selera makan dan
rasa mual. Gejala ini muncul biasanya kalau sudah naik lebih dari ketinggian 1000 M, walau kadang terjadi juga di ketinggian yg lebih rendah. AMS perlu dideteksi sejak awal. Paling gampang adalah menghentikan pendakian. Tubuh jadi bisa beraklimatisasi walaupun cara ini bisa makan waktu berhari-hari. Kalau gejalanya terus memburuk, nggak ada cara lain selain turun dari gunung. Acetazolimide / Diamox  bisa membantu mempercepat aklimatisasi.
Dosisnya yg baik adalah 125 mg, 2 kali sehari. Makan obat biasa/ over- the-counter bisa saja, selama kita tidak naik lebih tinggi lagi. Hindari juga konsumsi sedatif misalnya alkohol, antihistamin atau obat tidur. Pengobatan paling baik adalah turun dari gunung. Turun  sampe gejala2 tadi menghilang, biasanya sekitar 500 sampai 1000 M. Perawatan lainnya adalah memakai kantong khusus, namanya portable hyperbaric chamber / GAMOW atau PAC bags. Kantong yg bisa ditiup ini mengsimulasi langkah turun gunung dengan meningkatkan tekanan udara di dalam kantong.

HIGH ALTITUDE CEREBRAL EDEMA / HACE

HACE ini dasarnya adalah AMS yg lebih ekstrem. Penyebabnya adalah pembengkakan otak. Gejalanya antara lain ataxia (jalannya kayak orang mabuk), dan penurunan kesadaran (mengantuk, rasa bingung, menggigil atau koma). Sering juga penderitanya merasa pusing kepala dan muntah2. Dari AMS ringan sampe terjadi koma bisa berjarak 12 jam atau lebih.
Pengobatannya juga memerlukan pendeteksian dini. Kalau terlihat gejala ataxia dan sebagainya tadi, nggak ada cara lain selain turun dan turun !. Pakai obat seperti Dexamethasone / Decadron, mulai dengan cara oral/injeksi sebanyak 8 mg, lalu ditambah 4 mg tiap enam jam. Bantuan oksigen juga sangat menolong.

HIGH ALTITUDE PULMONARY EDEMA / HAPE

yg nonton film Vertical Limit pasti pernah denger HAPE. HAPE adalah penyebab kematian paling umum di ketinggian. Sebenarnya dia bisa dicegah kalau terdeteksi secara dini. Pada dasarnya, HAPE disebabkan bocornya saluran darah di paru2 lalu paru2 terisi cairan sehingga orangnya kesulitan bernafas. Tanda paling awal HAPE adalah menurunnya exercixe tolerance dan
meningkatnya waktu recovery. Biasanya timbul batuk kering, kuku dan bibir berubah warnanya jadi biru/abu2 (istilahnya cyanosis). Semakin parah, maka saat istirahat nafas semakin susah dan kadang terdengar derak-derik di paru2. Bahkan bisa timbul dahak yg bercampur darah. Nantinya berkembang menjadi perubahan mental, ataxia dan koma /HACE. Situasi bisa ditolong dengan bantuan oksigen. Obat seperti Nifedipine / Adalat XL juga terbukti efektif, 30 mg tiap 12 jam
secara oral . Lebih baik kalau turun ke ketinggian lebih rendah. Situs Outsidemag.com beberapa waktu lalu pernah mengutip hasil penelitian di New England Journal of Medicine. Di situ  dikatakan  bahwa obat salmeterol yg biasa dipakai untuk asma ternyata juga mengurangi risiko HAPE. Bedanya dengan Nifedipine yg harus dimakan, salmeterol ini bisa dihisap langsung sehingga cepat masuk ke paru2. Salmeterol ini adalah nama kimia untuk merek Serevent.
Studi lain yang dimuat jurnal medis Lancet menyatakan HAPE ternyata lebih sering menimpa pendaki daripada yg diperkirakan semula. Dulu HAPE dipercaya hanya menimpa 2 sampai 4 persen pendaki yg berada di ketinggian lebih dari 8000 kaki. Tapi riset terbaru tadi menemukan
bahwa 60 persen pendaki di gunung Monte Rosa (14.957 kaki) di daerah Alps ternyata menunjukkan tanda2 subklinik HAPE lalu 15 persen lagi menunjukkan tanda klinik HAPE.

HIGH ALTITUDE BRONCHITIS

Dikenal dgn istilah “Khumbu Cough”. Mereka yg menghabiskan waktu lebih dari 2 minggu di basecamp Everest biasanya menderita tenggorokan kering dan batuk kronis. Saat bernafas dengan cepat, sering melalui mulut, udara tidak dilembabkan seperti paa hidung. Udara yg dingin dan kering membuat tenggorokan dan saluran pernafasan kering sehingga timbul batuk kering. Kadang batuknya sangat parah sampai mencederai tulang rusuk. Pada dasarnya, bisa disembuhkan kalau turun. Pendaki ada yang mencoba trik seperti makan permen batuk sampai ke cara tidur dengan pake masker.

Tinggalkan komentar